Jumat, 14 Maret 2014 0 komentar

Menanti Fajar

"Siapa itu?", bantinku berbisik ketika melihat seorang wanita keluar dari masjid bersamaan dengan aku yang masih sibuk mencari sendal. Cantik, tanpa rambut terlihat, karena memang masih menggunakan mukena.

Waktu itu menunjukkan pukul 05.12 pagi, udara di luar begitu dingin. "Jadi kepikiran. Baru liat cewek itu, siapa ya.", aku yang sedang melamun di depan teras. Seperti biasa; menanti fajar, lalu mandi dan bersiap-siap untuk sekolah.

Bosan.. Rutinitas yang terlalu monoton. Ingin rasanya waktu cepat berlalu, sampai subuh tiba. "Satrio, coba ulangi penjelasan ibu tadi, ngelamun aja". Siapa yang nggak shock ditanya mendadak gitu, apalagi daritadi emang gak dengerin apa yang dijelasin sama guru. Yah, udah biasa buat pelajar hal yang kayak gitu mah. Dikira lucu mungkin, yang lain malah ketawa liat temennya gelagapan ditanya guru.

Siapa bilang kehidupan di SMA enak, cuma seputar cinta-cinta gitu doang. Ngomong sama sutradara-sutradara ftv sana!

Rumah emang tujuan paling sempurna buat seorang pelajar yang bosan akan rutinitas-rutinitasnya di sekolah.

Pikiranku kembali melayang pada satu wanita yang benar-benar mengalihkanku ba'da subuh tadi. Ashar, maghrib, isya, batang hidungnya pun gak nampak. Benar-benar bikin penasaran.

Apa ini namanya cinta? Nggak mungkin, cinta gak mungkin timbul sesingkat itu. Bahkan, untuk dibilang cinta pada pandangan pertama pun gak mungkin, karena cuma aku yang melihatnya. Tidak saling memandang.

Waktu menunjukkan 04.43 pagi, saatnya bersiap ke masjid. Subuh kali ini aku lebih bersemangat, hati tau alasannya, logika yang membingungkannya.

Kecewa, pas ternyata dia gak ke masjid subuh itu. Aku kembali menanti fajar, pun kembali melamunkannya, "Kemana dia?".

Bisa gila lama-lama mikirin wanita itu. Mungkin jalan-jalan sebentar bisa membuyarkan lamunanku. Tiba-tiba, terhenti aku pada satu taman dekat rumah.

Aku duduk dibangku taman yang memang sudah disediakan untuk para pengunjung. "Sayang banget, jamaahannya udah bubar.", suatu suara membuyarkan lamunanku.

Entah sudah menebak atau cuma perasaan karena ingin ketemu saja, wanita cantik itu yang telah membuyarkan lamunanku barusan.

Aku senyum tanpa bisa berkata apa-apa.

"Lagi ngapain?", pertanyaannya yang kemudian membuatku melempar pandangan yang daritadi melihat wanita itu tanpa berkedip. "Mmm.. Menanti fajar, juga menanti seseorang.".

"Aku temenin ya?". Aku cuma bisa mengangguk dan menahan rasa gembira. Terlihat banget saltingnya. Yah, udah biasa salting-salting dikit mah. Dia juga pasti bisa tau kalo cowok yang di sebelahnya itu lagi salting.

"Alhamdulillah.", aku, beberapa saat setelah matahari terbit.

"Kenapa? Fajar bukannya selalu terlihat seperti ini ya setiap pagi? Aku saja bosan."

"Ya, tapi pagi ini lebih dari hanya sekedar melihat fajar saja."

"Lalu?", timpalnya.

"Aku bersyukur. Pada akhirnya, dua penantianku tidak ada yang sia-sia. Menanti fajar, juga menantimu.". Dia tersenyum.

Pagi itu, fajar terlihat lebih indah dari pagi-pagi sebelumnya.

 
;